-->

Curug

Desa Curug adalah Desa yang paling tua diantara desa – desa lain dalam wilayah Cirebon sekarang. Bahkan, Desa Curug itu sebelum ada Cirebon yang sekarang. Nama yang sebenarnya iyalah Desa Curug Landung adapun bahasa Sunda. Landung, artinya Pimpinan yang berjiwa luhur dan sangat banyak sekali pertimbangan – pertimbangan dalam memutuskan suatu perkara / persoalan.
Bentuknya Desa Curug tersebut seperti orang yang sedang berbaring merongkol atau bila dibandingkan dengan alat senjata sekarang seperti bentuk senjata pistol. Adapun yang termasuk Desa Curug aslinya hanya batas timurnya sampai corong – corong Kyai Haji Pakih sekarang yang disebut Cukang Gaeluh sampai sekarang. Apakah sebabnya disebut Cukang Gaeluh dahulunya bekas Cukang yang melintasi sungai Saripah dan memakai kayu galeunya menurut ucapan bahasa Sunda.
Adapun mengalirnya sungai Saripah tersebut sejajar dengan jalan sebelah selatan, sungai Saripah sekarang sudah tidak ada (rata) diganti namanya dengan sungai Agung dan mengalir pinggiran desa sekarang sebelah utara desa.
Sepintas kilas kita sudah mengerti dengan nama sungai Agung, bahwa sudah jelas dapat membuat orang-orang agung atau pembesar – pembesar ialah seperti wali yang terkenal seperti “Sunan kali jaga”. Juga maksud sungai agung membuat tanda batas untuk memisahkan tanah yang berwarna merah dengan tanah yang berwarna hitam.
Adapun luas tanah desa yang sekarang dari muali gorong – gorong Kiai Haji Pakih ketimur itu adalah karang baru. Dahulunya masih merupakan hutan lebat. Balai desa dahulu ada disebelah utara jalan desa sekarang atau letaknya berhadapan dengan balai desa sekarang, dan balai desa dahulu disebut orang sekarang ialah Tengah Dayeuh namanya.
Atas keberhasilan Buyut Curug Landung maka Buyut Japura alangkah gembiranya setelah kejadian itu lalu Buyut Japura menyerahkan hadiah berupa sawah yang telah dijanjikan kepada Buyut Curug Landung. Adapun, letak tanah sawahnya disebelah utara tanah Desa Sigong dan sampai sekarang pun tanah tersebut menjadi hak milik rakyat Desa Curug tersebut. Dan di Desa Curug sendiri masih ada keruwetan mengenai batas – batas tanah dengan susukan Lebak tiap tahun terjadi keributan mengenai batas tanah tersebut.
Pada suatu waktu Buyut Silem yang memimpin Desa Susukan Lebak mengajak berunding mengenai perbatasan tanah dengan Buyut Curug Landung yang ditentukan dengan pertandingan menyelam yang tempatnya di sebelah timur Desa Kaligawe sekarang di Kali Cimanis dan pertandingan tersebut disambut baik oleh Buyut Curug Landung asal secara jujur, karena Buyut Silem sudah terkenal dengan kelicikannya. Dalam pertandingan tiu diputuskan perjanjian diantaranya ialah yang kalah dalam pertandingan itu akan diberi tanah hanya sepengapakan ayam dan disetujuinya oleh Buyut Landung asal pertandingan itu di lakukan secara jujur.
Sebelum waktu pertandingan dimulai buyut silem yang terkenal kelicikannya telah mengatur siasat dengan membuat lubang dipinggir kedung yang akan dipakai pertandingan dengan serapih mungkin supaya tidak kelihatan dari luar bahwa dipinggiran itu ada lubang yang kira-kira bisa dipakai untuk berdiri di atas permukaan air, agar pada waktu pertandingan nanti, buyut silem bisa berdiri dengan tidak tertutup air mukanya.
Maka nyatalah, pada waktu pertandingan dimulai sekalipun buyut curug landung sudah menyelam luar biasa lamanya, tapi ternyata kalah karena buyut curug landung keluar lebih dahulu dari pada buyut silem dan ternyata bahwa buyut silem tersebut tidak merasa kelelahan sekalipun menyelam lama sekali. Dengan kelelahan dalam pertandingan itu maka terjadilah persetujuan tapal batas menurut perjanjian yang kalah hanya mendapat sepengangapakan ayam. Buktinya sampai sekarang tanah yang ada di sebelah selatan desa curug sempit sekali akibat dari kelicikannya buyut silem
dan untuk mencukupi nafkah Buyut Curug Landung masih belum merasa puas karena belum mempunyai nama untuk tempat (Desa) itu. Sambil memikirkan untuk memberi nama Desa itu dalam sewaktu-waktu beliau berjalan-jalan pergi dari rumahnya untuk mencari barang kali ada barang sesuatu yang akan menunjukan nama yang cocok untuk nama Desa yang sesuai dengan keadaannya.
Adapun yang ditempuh perjalanan untuk mencari nama itu Buyut Curug Landung menempuh jalan menyusuri sungai saripah dan sampailah ke lembah sungai saripah yang agak menebing, maka Buyut Curug Landung duduklah diatas batu dekat Tebing itu yang mengalir kebawah.
Maka, timbulah minat dorongan hatinya untuk memberi nama Desanya yaitu dengan nama Desa Curug. Setelah sampai di rumah dirundingkan dengan rekan-rekannya untuk menamakan Desanya dengan nama Desa Curug dan sesudah mempunyai nama desa. Maka, diangkatlah PANIPES menjadi BUYUT, kalau zaman sekarang sebagai kepala desa dengan gelar BUYUT CURUG LANDUNG dengan cita- citanya ingin anak cucunya nanti dihari kemudian tidak kekurangan sandang pangan, serta rukun. Untuk, mencapai cita - citanya itu maka Buyut Landung bersama rekannya bekerja keras untuk meluaskan tanah pertanian, dengan penuh semangat bersama rekan – rekannya terus menebang hutan dijadikan tanah pertanian seperti tanah Blok Kubang Serut.
Blok Sumur Dana, Blok Jaga Wana, Blok Lamaran, Blok Nangklong, dan Blok JatiPiring. Sehingga meluaslah tanah pertaniannya, tiap musim penghujan Buyut Curug Landung bersama rekan – rekannya bertani dan sekalipun berpuluh – puluh bauh luasnya sawah yang dipanen tapi Buyut Curug Landung tanpa bantuan orang lain baik untuk menunai maupun untuk mengangkut hasil panennya, sedangkan parit terebut telah kumpul di desanya / di rumah – rumah yang telah ditentukan.
Pada saat – saat berikutnya musim panen lagi Buyut Curug Landung membawa gandeknya dan setelah menunai dan mengikat padi itu sekitar dua ikat. Buyut Curug
Landung amanat kepada Gandeknya agar jangan bersiul waktu diperjalanan ketika membawa padi dan jangan menengok ke belakang waktu membawa padi itu. Tapi apa mau dikata bahwa gandek itu lupa atas amanat Buyut, pada waktu diperjlanan dengan hanya membawa padi dua ikat yang dipikulnya itu si gandek dengan rasa untuk menghilangkan kelelahannya dalam perjalanan pulang dia bersiul – siul sambil menengok ke kiri dan kanan serta ke belakang, dan akibatnya padi yang tadinya berjalan sendiri mengikuti Buyut Curug Landung tiba – tiba mendadak berhenti dan bertumpuk di jalanan karena mendengar siukan dan tengokan si gandek itu.
Setelah melihat kejadian itu, Buyut Curug Landung merasa menyesal apa mau dikata karena telah terjadi kejadian tersebut. Yang akhirnya Buyut berkata bahwa “dingin pinasti anyar pinanggih “ bahwa akhirnya anak cucu kami nanti dikemudian hari harus bersusah payah untuk mengurus padinya akibat perbuatan dari gandek yang tidak mentaati amanat Buyut, yang mana nanti anak cucu dikemudian hari bila sampai pada waktunya panen harus memerlukan banyak tenaga untuk mengangkut hasil panennya.
Larangan agar tidak bersiul dijalanan dan di rumah demi tentramnya padi tersebut. Maka, sampai sekarang pun di Desa Curug berlaku larangan bersiul di jalanan juga termasuk keputusan adat desa. Demikianlah, Buyut Curug Landung bekerja keras tidak mengenal lelah demi kemakmuran anak cucunya dikemudian hari.
Pada suatu waktu, di Desa Japura terjadi perebutan keturunan sehingga menjadi keributan bahkan sampai terjadi pembunuhan serta dari pihak pembunuh mengancam siapa yang berani mengubur mayat korban tersebut akan menjadi gantinya mayat itu. Adapun isi sayembara itu adalah Barangsiapa yang mengubur mayat itu serta mengamankan dari pihak pembunuhnya, akan diberi imbalan berupa tanah sawah. Maka, dengan adanya sayembara tersebut Buyut Curug Landung mengikutinya dan berhasil mengamankan serta mengubur mayat.
Seumpama kita perhatikan keadaan tanahnya yang didepan balai desa sekarang tanahnya agak menurun itu adalah batas kaki gunung ciremai, sehingga sebagaimana pun teriknya musim kemarau namun di desa curug belum pernah kekurangan air, tiap-tiap rumah yang membuat sumur paling dalam 5 sampai 6 meter dalamnya sudah keluar air (timbul mata air) bahkan di desa curug banyak sumur alam ( mata air ) yang merupakan sumur tempat mandi dan seperti sumur katipes, sumur kejayan, sumur anggrong, sumur bunut, sumur santri dan sebagainya. Nama desa curug asli dari leluhurnya ialah Sugih Ora Ngerawati Miskin Ora Gulati dan sebaliknya bila orang itu miskin tapi tidak terlalu gelisah untuk mencari nafkah hidupnya.
Dalam hal bagunan rumah tangga sifatnya sederhana, karena yang dipentingkan soal kesejahteraan rumah tangga dalam soal ekonomi. Tapi, untuk masa sekarang karena sudah banyaknya percampuran penduduk antara asli dan pendatang akhirnya adat istiadat leluhur dahulu hampir hilang dengan tidak terasa , sehingga sekarang telah banyaknya rumah – rumah, gedung, dan banyak juga adat istiadat yang dilanggar (dihilangkan).
Itulah sejarah tanah desa curug dan adat istiadat orang leluhur aslinya dengan percampuran sekarang. Adapun babak–babak (memulai) mengerjakan tanah sehingga menjadi atau merupakan desa curug ini ialah yang bergelar “Buyut Curug Landung” adapun nama aslinya ialah Buyut Panipes. Bisanya disebut Buyut Curug Landung sebagai kenangan kepada jasa–jasanya yang telah dapat membuktikan kepada masyarakatnya pada waktu itu.
Buyut Curug Landung berasal dari pajajaran juga masih keturunan ratu pajajaran, Buyut Curug Landung bersama teman-teman terdekatnya menuju ke timur laut, yang maksudnya untuk mencari tempat penghidupan bagi keturunannya yang cocok dan mudah untuk mendapatkan nafkah hidupnya. Setelah menemukan tempat yang cocok, maka Buyut Curug Landung mulai bekerja keras mencacar hutan dan membuat rumah masa itu diperkirakan pada abad ke-15 setelah mempunyai tempat yang pada waktu itu memimpin desa susukan lebak.
Dan pada waktu buyut curug landung wafat beliau mohon dimakamkan di perbatasan sebelah barat dipinggir sungai agung yang sampai sekarang terkenal dengan nama katipest, yang sampai sekarang banyak sekali dikunjungi orang-orang untuk berziarah memohon syafa’atnya, agar maksudnya dikabulkan terutama yang sedang mempunyai persoalan baik dengan pengadilan maupun persoalan yang lain-lainnya.
LihatTutupKomentar