-->

SULE IS Susukan Lebak

Desa Susukan Lebak



Saya dilahirkan dari keluarga sederhana yang berlokasi di Jawa Barat, Kota Cirebon, Kecamatan dan Desa Susukan Lebak. Desa Susukan Lebak menurut sejarahnya adalah desa yang sangat luas. Dulu saat penentuan batas desa di lakukan adu ilmu antara leluhur desa, wakil dari Desa Susukan Lebak adalah Eyang Sembung, sedangkan wakil dari desa lainnya saya lupa. Saat itu ditentukan dengan cara kedua Eyang tersebut menyelam di kedalaman kali, siapa yang paling kuat menyelam tanpa bantuan alat selam ( zaman dulu mana ada... ) maka dialah pemenangnya. Setelah beberapa menit kemudian Eyang dari desa lain muncul dan Eyang Sembung tetap tidak muncul, baru setelah beberapa menit kemudian dia muncul. Berdasarkan kesepakatan maka Eyang Sembunglah pemenangnya dan akhirnya batas Desa Susukan Lebak lebih luas dari desa tetangga, dan hal ini sudah dilaporkan kepada Pangeran Cirebon yang berkuasaa zaman itu dan disyahkan secara hukum oleh Beliau.

Batas desa sebelah Barat adalah Desa Moncongos, yang merupakan daerah sawah dan tegalan (bukit-bukit). Batas sebelah Utara adalah Desa Susukan Tonggoh (artinya Atas) dan Desa Leuwi Ding Ding. Batas sebelah Selatan adalah Desa Karang Mangu dan Desa Kali Gawe. Sedangkan batas sebelah Timur adalah Desa Curug (mayoritas tempat membakar bata merah).

Pada zaman awal adanya pemekaran wilayah, Desa Susukan Lebak melakukan pemekaran desa dan diberi nama Desa Susukan Agung. Desa Susukan Lebak ada disebelah Barat dan Desa Susukan Agung ada di sebelah Timurnya, batasnya adalah Balai Desa (Kantor Lurah). Namun ada satu rumah persis didepan Balai Desa itu adalah salah satu Tokoh Pejuang saat Perjuangan Kemerdekaan, yaitu Bpk H.Yusuf (almarhum), luas rumah tersebut sama luasnya dengan luas Balai Desa. Bapak H. Yusuf tersebut memilih dimasukkan ke wilayah Desa Susukan Agung. Padahal secara sejarah Beliau adalah dulunya Kepala Desa Susukan Lebak, hal ini seperti tertulis di Batu Prasasti di depan Taman Balai Desa di pinggir Jalan Raya Susukan Lebak.

Di sebelah Barat Balai Desa berdiri sebuah masjid yang tidak kalah punya nilai sejarah. Masjid tersebut dulu memanfaatkan sumber air yang jauh, karena zaman itu tidak ada yang namanya bor pompa (mesin air), yaitu membuat instalasi pipa dari Irigasi yang dialirkan ke masjid dan kebetulan dari irigasi jalanannya menurun menuju masjid tersebut. Sudah menjadi kepercayaan orang-orang baik dari desa itu sendiri atau bahkan desa-desa tetangga, bahkan sampai desa yang jauh, bahwa jika ada anak balita yang belum bisa jalan biasanya dibawa ke masjid tersebut dimandikan, lalu digendong oleh "marbot" atau penjaga masjid dan di tempelkan ke beduk masjid itu, dari mulai pala sampai kaki. Para Ibu yang membawa balitanya memberikan sedekah seikhlasnya kepada marbot tersebut. Mengenai bisa jalan atau tidak setelah proses itu, wallahu a'lam. Namanya di daerah manapun hal yang seperti ini, yang secara logika adalah mustahil, selalu ada yang percaya apapun hasil akhirnya hanya Allah SWT yang Maha Kuasa.
LihatTutupKomentar