SEJARAH ASAL MULA DESA SAMPIH
“ Pada zaman dahulu
Kala sebelum Desa Sampih menjadi sebuah Desa, Daerah ini merupakan Hutan yang
dihuni oleh Binatang Buas, meskipun demikian Daerah ini Tanahnya Subur ditambah
dengan air yang mengalir jernih, banyak jalur-jalur sungai tetapi orang-orang
merasa ngeri dan takut untuk membuka hutan karena termashur Ularnya Sangat
Berbisa.
Pada suatu hari ada tiga Orang yang sakti masing-masing bernama : BUYUT
MANAH, BUYUT KARIM dan BUYUT JAYASA, mendengar akan hal itu mereka
datang bersama-sama untuk menyaksikan keadaan yang sebenarnya, benar juga apa
yang di bicarakan Orang baru saja mereka mendekati di bagian Brat Desa
Susukantonggoh, seekor Ular Sanca sebesar Pohon Pinang Mendesis di atas dahan
pohon sehingga serentak menyerang dengan Ganasnya, hampir kepala BUYUT MANAH di
patuk ular tersebut dan hampir saja Topi
yang dipakainya Copot di pagutnya, untunglah serangan Ular tersebut dengan
mudah dapat di elakan dan secepat kilat kepala Ular di pukulnya dengan sebuah
tongkat yang bertuah, sekali pukul kepala ular tersebut menjadi pecah, hanya sebentar
tubuhnya menggeliat di atas dahan pohon dan kemudian tergelincir jatuh mati
terkapar tak berkutik lagi.
Dari
hari kehari sampai bulan kebualan kemudian mereka menggunakan waktu untuk
mengenal lingkungan ketiganya meneruskan perjalanan mengelilingi pinggiran
Daerah setiap akan melangkahkan kaki pepohonan di depan mata di babatnya
setinggi pinggang sehingga tempat yang mereka tinggalkan seperti membentuk
jalan yang sudah dipasang patok-patok besar yang hingga kini menjadi batas
Desa.
Setelah perjalanan mereka, mereka pun tepung gelang ( Bertemu kembali )
ketiganya mengadakan musyawarah di bawah pohon yang rindang, perundingan itu
berjalan lancar dan tidak memakan waktu yang lama, kebijaksanaan BYUT MANAH di
terima dengan suara bulat, mereka mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin
menjelmakan Hutan yang angker menjadi sebuah tempat tinggal yang layak.
Ditentukan
sebagai batas alam untuk menginap dan istirahat gubuk dipinggir sebuah sungai,
letak sungai kira-kira 50 Meter di
sebelah utara jalan pendakian barat Cibogo, maka setelah hutan dibuka dan
menjadi padang rumput yang luas berdatanganlah orang-orang dari Luar Daerah,
mula-mula mereka hanya bermaksud “ bebuara “ sebagai pengembala Kerbau, tetapi
kemudian tanah yang subur itu bukan saja sebagai tempat pengangonan melainkan
juga digunakan sebagai tempat tinggal dibuktikannya telah dibangun Gubuk-gubuk
perumahan tempat tinggal dan serta mengolah sawah dan ladang.
Dari
beberapa keluarga pendatang kemudian berkembang menjadi beberapa kepala
keluarga dan rumah tangga.mata pencaharian mereka yang semula menjadi peternak
kemudian berkembang menjadi Petani yang bercocok tanam.
Tanah
petawan yang subur dibuka, dan kerbau-kerbau dimanpaatkan sebagai penarik
Bajak, dengan menggunakan tenaga kerbau jumlah lahan yang digarap cukup luas,
hasil sawah ladang melimpah ruah kehidupan mereka meningkat lebih baik dari
sebelumnya, sebagian dari hasil ladang di upetikan kepada BUYUT MANAH, BUYUT
KARIM dan BUYUT JAYASA. Namun BUYUT MANAH dan teman-temannya tidak menetap
ditempat itu justru tempat yang sudah menjadi lahan dan sudah menjadi pemukiman
ditinggalkan.
Mereka
hendak melanjutkan penebangan Hutan ditempat lain yang jaraknya dari tempat
tinggal semula 300 meter ke arah Utara, sebelum meninggalkan tempat lama semua
warga dikumpulkan di pekarangan Gubug Buyut manah, untuk mendengarkan
Petuah-petuah seperlunya, kemudian BUYUT MANAH mengangkat sebatang Pohon sambil
Bicara : “ hari ini kami tanamkan
sebatang Pohon “SAMPIH” di tepi sungai yang airnya bening, karna air ini bersal
dai sebuah mata air, kami berharap simbolik ini dapat dimengerti maknanya
“ Kata Buyut Manah Kepada Warga.
Upacara
itu menjadi peresmian nama kampung dan sebuah sungai Daerah yang dipergunakan
untuk pemukiman di namakan kampung SAMPIH, dan sungai yang mengalir di tempat
tersebut dinamakan Sungai Cisampih, Kata Sampih berasal dari bahasa Daerah
Sunda terdiri dari SA dan AMPIH,
SA sama artinya : dengan Se / Satu, AMPIH sama
artinya : dengan simpan atau Rawat. Jadi
makna SAMPIH adalah Satu Daerah yang merawat Penduduk hingga mereka menjadi
betah ( Kerasan ) dibuatnya. Sedangkan Cisampih yang mengalir airnya bening dan
berasal dari sumber mata air mengandung ibarat sikap mental yang luhur.
Air
mempunyai Sifat mengalir ketempat yang lebih rendah maksudnya agar penduduk
Desa Sampih harus rendah diri, memberi dan menghidupi orang-orang kecil yang
lebih rendah martabatnya, jadi penduduk Sampih kepada Silemah harus Saling
memberi dan menolong.
Air
Mempunyai Sifat sama Tinggi dengan sesamanya, jadi didalam pergaulan warga
sampih tidak Boleh membeda-bedakan dan tidak Sombong dan ningrat, dia harus
duduk sama rendah berdiri sama tinggi, Air yang bening gambaran kehidupan yang
suci dan murni, maksudnya agar warga sampih selalu suci dalam hati, pikiran,
perkataan dan perbuatannya sehari-hari, Air yang bersumber dari mata air
mengingatkan agar jangan melupakan Jasa-jasa, Orang tua yang kita Hormati dan
yang muda kita sayangi.
Itulah
makna dari lambang Pohon Sampih yang di tanam dipinggir sungai yang airnya
jernih bersumber dari mata air, dan kalu semua warga sampih dapat melaksanakan
amanat itu niscaya warga sampih akan menjadi warga yang Gemah Ripah Loh Jinawe
dan benar-benar sampih akan menjadi Desa Pengampihan dan membuat betah setiap
Orang yang bermukim, peninggalan zaman tempo dulu masih melekat pada nama
sebuah sungai SAMPIH dan sebelah Barat sengai sampih ada nama sebuah kampung
yang bernama RUMAKONOB artinya tempat Kerbau Pulang Kandang.
Tempat
kerbau yang terletak jauh dari perkampungan menunjukan unsur kesehatan
lingkungan hidup.
Sewaktu BUYUT MANAH dan Rekan-rekanya memandang perkampungan sampih dari arah utara hati mereka lega cita-cita mereka dapat terwujud, dalam tempo yang singkat dengan segala kerendahan hati disadarinya bahwa keberhasilan yang dirasakannya adalah semata-mata hanya kerana Ridho ALLAH SWT, oleh karena itu mereka bersujud bersembahyang memuja dan memuji kebesaran Tuhan, tempat mereka memuja dan memuji Tuhan kemudian diberi nama Kampung “PAMIJEN”
KAMPUNG SAMPIH PINDAH LOKASI
Setelah Buyut MANAH dan
rekan-rekan meninggal Dunia Pohon Sampih mati layu dirusak kerbau, kematian
Pohon Sampih pertanda malapetaka akan menimpa orang sekampung, berturut-turut
kejadian demi kejadian menimpa penduduk setempat, Ular-ular yang berbisa dan
Ualar sanca sering menyerang Penduduk dimalam hari, Rumah-rumah Gubug yang
mereka diami berkali-kali Roboh di musim penghujan, dan berkali-kali pula
terbakar dimusim kemarau, beberapa Penyakit berbahaya menimpa penduduk,
Satu-satunya Sungai Cisampih yang mengalir itu sudah tercemar oleh kotoran
manusia dan binatang, Penduduk tidak memperhatikan kesehatan meraka, mandi,
mencuci dan buang air besar serta minum di sungai tersebut, oleh karena itu
tidak heran kalau terjadi kematian penduduk sehari ada dua tiga orang, usung
mayat yang ada hanya satu di kampung sampih, sehingga menjadi bahan rebutan
masyarakat, yang cukup membikin kegawatan warga Kampung, kadang-kadang mereka
bertengkar rebutan Usungan Mayat.
Tragedi dikampung Sampih sangat membingungkan
warganya, mereka kebingungan apa yang harus mereka perbuat tak seorang diantara
mereka menemukan jalan keluar, mereka membutuhkan seorang pemimpin, Syukurlah
berkat pertolongan Tuhan Yang Maha Esa pada Suatu hari datanglah Seorang
pangeran Bangsawan, dia sedang menuju perjalanan membuat alur sungai SINGARAJA, beliau mengetahui kesulitan
penduduk dan dengan sabar serta Bijaksana Pangeran itu menasehati penduduk agar
mau pindah tempat kesebelah Barat, di situ letak Tanah lebih rendah,
dilingkungan tebing-tebing sehingga lebih terlindung dari tiupan angin kencang,
jalur-jalur sungai lebih banyak sehingga memungkinkan terjamin kesehatan Air.
Permasalahan
usungan mayat di anjurkan di buat secara mendadak dan tidak boleh dibuat secara
permanen, maksud usungan yang demikian itu merupakan metoda agar mereka tidak
bermusuhan antar penduduk hanya karena usungan Mayat, lagi pula keuntungan
lainnya adalah agar setiap kematian orang-orang bergotong royong membuat
usungan / keranda mayat. Hal ini mengembangkan sifat tolong menolong,
gotongroyong dan untuk memupuk persatuan dan kesatuan warga sekampung.